BengkayangNews.com – Belasan awak media dari berbagai perusahan pers saat meliput kegiatan Rapat Kerja Dewan Adat Dayak Kabupaten Bengkayang dipermalukan oleh Bendahara dan Ketua DAD Kabupaten Bengkayang Maria Mariana dan Martinus Kajot dengan ber statement menggunakan kalimat tidak pantas diucapkan oleh pengurus adat dihadapan seluruh ketua DAD dan Kepala Benua Se-Kabupaten Bengkayang di Ramin Bantang, 9 November 2024.
Hadir dalam acara tersebut, seluruh Ketua DAD Kecamatan se-Kabupaten Bengkayang, Kepala Benua se-Kabupaten Bengkayang, Ketua DAD Provinsi Kalimantan Barat, Cornelius Kimha, Sekretaris Jendral Manjelis Adat Daya Nasional Yakobus Kumis, Anggota DPR-RI Komisi 5 Lasarus, Ketua DPRD Provinis Kalimantan Barat Aloysius, Calon Bupati bengkayang Nomor Urut 2 Sebastianus Darwis, dan Calon Wakil Gubernur Kalimantan Barat Krisantrus Kurniawan.
Rapat Kerja DAD Kabupaten Bengkayang kali ini mengedepankan kepentingan politik untuk memberi dukungan kepada pasangan calon Bupati Bengkayang Sebastianus Darwis – Syamsul Rizal dan Pasangan Calon Gubernur Kalimantan Barat nomor urut 2 Ria Norsan – Krisantus Kurniawan Tahun 2024.
Berbeda dengan Rapat Kerja tahun-tahun sebelumnya, yang seharusnya membahas tentang Penguatan Identitas Budaya, Pelestarian Adat Istiadat, Penguatan Lembaga Adat, dan lain sebagainya yang menyangkut adat istiadat Dayak, ini adalah bentuk tindakan ekploitatif, polititatif terhadap jenis, sistem,simbol dan tempat Religi Dayak oleh Oknum Politisi Dayak, tindakan ini secara langsung melakukan pelecehan yang mana melenceng dari tugas pokok dan pungsi nya sebagai dewan adat dayak.
Kira-kira satu jam sebelum acara Rapat Kerja DAD dimulai sejumlah awak media mulai berdatangan dengan mengisi daftar hadir yang disediakan oleh panitia penyelenggara kegiatan dengan tujuan untuk diberikan transport awak media yang meliput kegiatan tersebut.
Setelah acara berakhir, Ketua dan Bendahara DAD Kabupaten Bengkayang, Martinus Kajot dan Maria Mariana memanggil satu per satu utusan Kecamatan untuk diberikan transport, saat utusan kecamatan berakhir kumpul sebanyak kurang lebih 16 awak media yang meliput secara bersamaan menghampiri meja dimana Ketua dan bendahara DAD tengah membagikan transport kepada para peserta Raker, sontak Bendahara DAD Maria Mariana mengatakan Wartawan tidak diundang dalam acara.
“Wartawan diundang” Ucapnya Singkat, sembari melototkan matanya pada sejumlah awak media dengan ekspresi arogan, tendensius, dan semena-mena serta merasa lebih tinggi derajatnya dibandingkan sejumlah awak media yang menghampirinya.
Dengan merasa kikuk, dengan rasa malu hingga sampai ke sumsum tulang, tanpa aba-aba atau tanpa di pandu, secara serentak awak media pun mundur meninggalkan meja dimana Ketua dan Bendahara DAD berada.
Menurut aturan Adat Istiadat masyarakat Dayak Bakati Rara yang berlaku dikalangan masyarakat Dayak diwariskan oleh leluhur, kalimat tersebut sudah mengandung unsur pelanggaran Adat Cumber Mulut (Kalimat yang diucapkan secara tidak pantas) diucapkan langsung oleh pejabat didepan khalayak ramai dapat dikenakan sanksi Adat sebanyak 6 tahlil siam bantut Adat Lengkap sebagai berikut:
- 6 Tahlil Siam Bantut X Rp. 300.000 per tahil
- 1 Babi, Berat 20 Kg
- 1 ekor Anjing Berat 15 Kg
- 1 Ekor Ayam Berat 2 Kg
- 1 Buah Tempayan Adat
- 1 Buah Piring Adat
- 10 Kg Beras Biasa
- 3 Kg Beras Pulut
- 1. Buah Mangkuk Patik
- 1 Butir Telur
- 1 Mata Bantant 100
- 1 Baras Banyu
- 1 Air Tawar
- Tembakau, Kapur, Sirih, Pinang, Rokok dll
Menanggapi kejadian tersebut wartawan senior di Kabupaten Bengkayang selaku ketua DPD KWRI Kalbar ucapan yang dilontarkan Bendahara dan Ketua DAD Kabupaten Bengkayang adalah upaya untuk menghalang-halangi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
“Pada pasal 1 Ayat 1 undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menjelaskan bahwa, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia” ucapnya.
Iyel juga mengatakan upaya menghalangi tugas jurnalistik juga melanggar ketentuan Pasal 18 Ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers bahwa Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Praktisi adat dan budaya Dayak Panglima Tambak Baya (PTB), yang sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman mendalam dan pengalaman langsung dalam menjalankan serta melestarikan suatu tradisi, ritual dan nilai-nilai budaya masyarakat Dayak, dan berperan penting dalam menjalankan kelangsungan hidup budaya Dayak dari generasi ke generasi, juga memberikan tanggapan terkait ucapan yang tidak pantas terhadap wartawan saat melakukan tugasnya.
“Mereka ini jelas-jelas melanggar etika dalam berbahasa, kalau dalam bahasa adatnua adalah “Sumbar Molot” “ngomong nyandu beradat ” Karena wartawan adalah jabatan profesi publik yang menarangkan dan menginformasikan berita lisan dan tulisan kepada masyarakat/publik” ungkap PTB.
Diundang atau tidak adalah tugas dan kewajiban wartawan untuk meliput jika pun ada atau tidak insentif/transport yang diberikan oleh panitia penyelenggara kegiatan yg sifat menolak, tapi jaga etika bicara prilaku pada setiap profesi yg bersangkutan, tidak boleh Semena-mena berbicara yang sifatnha menyingung/menjatuhkan bersangkutan, bersifat sopan, dan ramah.
Menjaga Etika Profesi , artinya mereka tokoh adat penyelenggara adat yang menjadi panutan tutur kata, raut wajah, sopan santun. Memberi cth tidak bermoral , melanggar adat, Etika Prilaku, dalam tutur kata dan bicara, menolak, menyapa untuk berkomunikasi menyampai maksud kepada org lain.
Kalau tokoh adat melanggar adat ” Capa Mulot, Sumbar Molot” sanksinya adat kelihatan 2 tingkat yang 3 tahil menjadi 6 tahil, wajib menerima sanksi adat, seharusnya penegak hukum adat, mengayomi, pelaksana adat , jadi melanggar Adat” ucap Panglima.
Lanjutkan penegakan kepada mereka jangan pernah takut selagi benar di tanah hukum, sebab kita tidak minta makan dengan Dewan Adat, kita hanya minta mereka berada berkomunikasi kepada sesama suku Dayak, inilah kalau adat di politisasikan demi kepentingan tertentu yang Ekploitatif, Merusak sistim amanah roh leluhur secara “RELIGI DAYAK” oknum harus keluar praktek Individulalitas alias “AROGANSI ETIKA” tutup PTB.
(Latip)