BengkayangNews.com – Filisofi ini sangat mengena dalam situasi yang dihadapi suku bangsa Dayak. Pertama dalam menyikapi susunan Kabinet Prabowo – Gibran. Kedua tidak sedikitnya tanah Adat suku bangsa Dayak yang berpindah tangan akibat tipu-tipu investor nakal. Bagian pertama menjadi pembicaraan hangat di group-group Wa dan warung kopi seantero Kalimantan.
Mengingat nihilnya suku bangsa Dayak di susunan kabinet yang ada. Mundur lagi ke belakang dari presiden sebelum-sebelumnya hingga ke presiden pertama tidak akan diketemukan menteri mereka berdarah suku bangsa Dayak. Itu pertanda apa? Pertama suku bangsa Dayak tidak diperhitungkan. Tidak dianggap. Ditepikan bernilai tawar rendah.
Kedua tidak ada suku bangsa Dayak dilingkaran utama bagian “pembisik” Sekalipun pemilihan menteri itu hak mutlak presiden namun para pembisik itu juga penentu. Ketiga suku bangsa Dayak belum ada yang menjadi KSB (Ketua, Sekretaris dan Bendahara) disebuah Partai.
Apalagi di era reformasi, jauh sebelumnya ada Partai Dayak yang didirikan di Kalbar. Jika tidak melalui Partai Dayak tidak akan Oevang Oeray menjadi Gubernur dan beberapa nama menjadi Anggota DPR-RI di Senayan. Zaman itu Dayak mampu memberi harga tawar ke pusat ke kuasaan karena Dayak punya Partai. Sangat disayangkan karena perubahan politik maka partai Dayak melebur ke partai PDI.
BACA JUGA : Bengkayang Bangun Ekonomi Kerakyatan Mendukung Program EBT
Bangkit bersama, Bersana bangkit merupakan sebuah ajakan untuk bangkit bersama. Suku bangsa Dayak adalah suku bangsa yang bermartabat. Bukan suku bangsa yang mengemis. Bukan meminta belas kasihan dari pusat. Selama ini diabaikan diam saja. Kalau pun ada yang berani hanya berani di media sosial.
Mari bersama bangkit, bangkit bersama untuk menata diri. Mulai berpikir yang cerdas melupakan apa yang sudah terjadi. Mengubahnya menjadi sebuah energi yang positif bangkit bersama di semua lini. Dari kaum intelektual Dayak hingga masyarakat biasa. Dari para politisi, pengusaha, jurnalis, tokoh rohaniawan, tokoh masyarakat hingga yang menodos Sawit.
Sudah banyak pelajaran yang seharusnya menjadi energi kita bersama. Selain kita tidak meratapi nasib dan menyalahkan pihak lain. Mungkin menuntut kepada negara adanya perhatian untuk suku bangsa Dayak itu bukan kesalahan. Suku bangsa Dayak sudah mengindonesia dan layak diberikan tempat juga.
Terpenting dari yang penting dengan belajar dari suku Tionghoa yang ada di Indonesia. Belajar dari Singapura, Israel dan negara-negara yang berada di empat musim. Lihat suku Tionghoa tidak diberikan tempat untuk PNS mereka merambah bidang ekonomi. Nyatanya beberapa dari kalangan Tionghoa yang menjadi menteri di negeri ini bahkan menjadi penentu dalam banyak hal karena mereka menguasai ekonomi. Singapura awalnya negara yang dibuang oleh Malaysia karena tidak ada sumber Daya alam. Mereka melobi PBB dan belajar dari negara maju dalam mengelola negara. Negara Singapura meninggalkan banyak negara di asia tenggara dalam banyak hal. Israel “dihabisi” Hitler di eropa. Lalu mereka dibawa ke negara asalnya. Mereka di kelilingi oleh tiga belas negara yang menginginkan kehancurannya.
Buktinya Israel menjadi penentu di Timur tengah. Terakhir negara-negara diempat musim masyarakatnya jauh lebih unggul dari masyarakat yang berada diluar empat musim. Artinya mereka benar-benar menggunakan akal pikirannya mencari solusi dalam sitiasi yang tidak nyaman. Jika suku bangsa Dayak tidak berpikir secara kolektif dalam mengantisifasi segala kemungkinan maka akan bernasib ” Sial” terus menerus. Bahkan nasibnya akan lebih dari yang sekarang. Belum lagi kita diperhadapkan dengan kemajuan IT yang begitu masif yang dapat mengerus sisi kehidupan.
Sudah bukan saatnya meratapi nasib, menyalahkan pihak lain. Mari berbenah diri.
Siapkan anak-anak suku bangsa Dayak menempuh pendidikan di berbagai jurusan tidak hanya dibidang kesehatan, guru dan kerohanian.
Adakan riset atau kajian bagi pemikir Dayak dan bagikan kepada para mahasiswa Dayak yang menempuh pendidikan di kampus-kampus. Para politisi, pengusaha, ketua Ormas tidak lagi jamannya mengganggap diri paling ” Panglima” dari yang lain. Harus seirama mampu menurunkan ego dan saling mengakui kehebatan dan mulai berpikir untuk kebangkitan suku bangsa Dayak.
Suku bangsa Dayak yang ada di senayan tularkan pemikiran dan pengalamannya untuk menginsiparasi. Jika tergabung di sebuah partai usahakan menjadi orang penting dipartainya. Hanya orang penting dipartai yang diperhitungkan atau punya nilai tawar lebih. Bila perlu dirikan kembali sebuah partai apakah bersifat lokal atau berbasis nasional.
Sepertinya hanya melalui partai kekuasaan bisa diraih. Terakhir dan semoga ini juga di sambut oleh kaum rohaniawan khususnya Kristen dan Khatolik ada lembaga yang dikususkan untuk mendoakan suku bangsa Dayak secara kontinyu selama suku bangsa Dayak itu ada di bumi ini. Hanya dengan otoritas Allah kita akan dapat melalui berbagai rintangan. Kapan lagi kita bangkit bersama , dan bersama bangkit? Jawabnya sekarang.
Penulis:Paran Sakiu,S.Th., M.Pd
seorang rohaniawan, pegiat budaya, dan seorang pendidik